Friday, July 27, 2018

PEMBAHASAN MENDASAR MENGENAI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT)

Pengantar

Tuntutan penerapan kebijakan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sudah menjadi perhatian dunia dan setiap negara semenjak lebih dari dua dekade lalu. Peristiwa-peristiwa yang mendasari dasar kebijakan pembangunan berkelanjutan ini di antaranya Brundtland Report (World Commission on Environment and Development, 1987), Earth Summit pada tahun 1992 dan World Summit pada tahun 2002. Lantas apakah sebenarnya yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan tersebut?
Berikut adalah pembahasan singkat mengenai pembangunan berkelanjutan yang diangkat dari buku A Handbook of Sustainable Development yang dirangkum oleh Giles Atkinson, Simon Dietz dan Neumayer.

Sustainable Development: Apa dan Bagaimana Mencapainya

Berdasarkan Brundtland Report (WCED, 1987), sustainable development atau pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Banyak pihak yang telah mengadopsi definisi ini dan memberikan penekanan-penekanan lain yang dikira perlu untuk ditambahkan namun tetap memiliki tujuan yang sama dengan apa yang diharapkan WCED 1987. Semua pengertian pembangunan berkelanjutan yang telah dikembangkan berakhir pada satu perhatian umum mengenai cara bagaimana hasil-hasil dari pembangunan dapat dibagikan antar generasi di masa yang akan datang.
Norton menjelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu usaha antroposentris mengenai kesejahteraan manusia dan bagaimana mempertahankan kesejahteraan itu dari waktu ke waktu. Dengan demikian, prinsip dasar pembangunan berkelanjutan merupakan tanggung jawab antar generasi mengenai praktik pengelolaan sumber daya agar apa yang dilakukan oleh generasi saat ini tidak berdampak buruk pada generasi mendatang. Menurut Giovanni Ruta dan Kirk Hamilton, pembangunan berkelanjutan mengharuskan kita untuk berusaha memahami sumber daya sebagai modal yang tersedia dari berbagai sumber persediaan kekayaan, termasuk sumber daya manusia (seperti orang-orang yang cerdas, sehat dan baik), sumber daya alam (seperti sumber daya energi, tanah dan makhluk hidup) dan sumber daya lingkungan (seperti udara dan air bersih).

Populasi dan Perubahan Teknologi

Di setiap negara, kebijakan pembangunan yang diterapkan harus mempertahankan peluang kesejahteraan hidup manusia pada populasi yang lebih besar di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan bertambahnya jumlah penduduk akan memakan sumber daya alam yang besar sehingga dapat mengancam keberlanjutan itu sendiri. Sesuai dengan pernyataan Geoffrey Mcnicoll yang menganggap bahwa ada akar hubungan mendasar antara penduduk dan pembangunan, terutama mengenai masalah seberapa besar jumlah populasi manusia yang hidup di dunia dapat ditopang ke depannya sedangkan sumber daya alam yang dibutuhkan akan terus berkurang. Dengan kata lain, kebijakan pembangunan yang buruk terhadap kependudukan suatu saat pasti akan memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan.
Perkembangan teknologi saat ini merupakan salah satu konsekuensi pertumbuhan penduduk sehingga perlu adanya inovasi dan penemuan baru terkait keberlanjutan lingkungan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah membangun kebijakan ke arah Research and Development (R&D) dalam memenuhi berbagai kebutuhan, mendorong para peneliti untuk memahami lebih lanjut dalam proses penemuan ilmu pengetahuan terbaru dan bagaimana suatu inovasi dapat diterapkan di dalam proses produksi dan konsumsi. Oleh karena itu, di dalam pembangunan berkelanjutan ditekankan untuk mengembangkan teknologi jangka panjang dan ramah lingkungan yang sering disebut dengan inovasi teknologi hijau (green technology innovation) demi menghemat penggunaan materi dan energi yang langsung diambil dari sumber daya alam yang terbatas.

Keadilan antar Generasi dan Dimensi Sosial

Aspek lain yang juga perlu dipertimbangkan di dalam pembangunan berkelanjutan adalah keadilan antar generasi seperti distribusi pendapatan, tanggung jawab lingkungan dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan generasi saat ini. Brundtland menegaskan bahwa meskipun terdapat perhatian lebih kepada keberlangsungan hidup generasi yang akan datang, kepedulian terhadap kemiskinan dan masalah-masalah yang dialami oleh generasi sekarang tidak dapat diabaikan begitu saja. Keadilan antar generasi harus dijalankan sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan, membuat aturan yang lebih spesifik agar tidak hanya mencegah tindakan-tindakan penting pada masa sekarang demi menjaga masa depan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masa sekarang melalui tindakan-tindakan yang diperlukan.
Geoffrey Heal dan Bengt Kriström berpendapat bahwa kebijakan pembagian lingkungan antara masa ini dan masa depan merupakan salah satu aspek analisis di dalam pembangunan berkelanjutan. Menurut mereka pembagian lingkungan tersebut dapat dijadikan kerangka kerja dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan lingkungan hidup serta memastikan bahwa kebijakan-kebijakan pembangunan tersebut dapat diterima secara sosial dan menjadi jawaban atas hambatan-hambatan yang berpotensi memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
Masalah keadilan lingkungan juga terlihat dari kesenjangan internasional diukur dari bagaimana beban lingkungan didistribusikan secara global. Dalam hal ini, Adger dan Alexandra Winkels menghubungkan pembangunan berkelanjutan dengan kesenjangan kualitas hidup manusia dan kerentanan manusia terhadap lingkungan. Kerentanan yang dimaksud adalah keadaan manusia yang hidup di dalam kemiskinan kronis dan tidak mampu mencapai sumber daya yang dibutuhkan demi meningkatkan kualitas hidup mereka. Untuk itu Adger dan Wingkels berpendapat bahwa analisis kerentanan ini merupakan suatu cara yang bagus untuk digunakan di dalam pembangunan dan meminimalisir tingkat kemiskinan di dunia. Hal ini lebih lanjut dapat dikembangkan sebagai pedoman dalam mendistribusi sumber daya bagi masyarakat dan membantu mereka yang kurang beruntung untuk menemukan sumber mata pencarian yang berkelanjutan.

Pertumbuhan, Konsumsi dan Sumber Daya Alam

Ada hubungan negatif antara limpahan sumber daya alam dengan pertumbuhan ekonomi yang disebut dengan hipotesis kutukan sumber daya alam (natural resource curse hypothesis) atau paradox dengan kondisi kecukupan. Hal ini dianggap paradox karena suatu negara yang dianggap memiliki sumber daya alam yang melimpah seharusnya memiliki keuntungan perekonomian jangka panjang yang berbeda dengan negara yang memiliki sumber daya alam yang sedikit. Richard Auty menjelaskan bahwa banyak negara yang tidak beruntung diharuskan untuk berusaha lebih besar demi menghindari kutukan ini, terutama dari segi politik ekonomi negara yang kaya akan sumber daya alam. Kegagalan mereka lepas dari kutukan ini dapat terlihat dari penetapan kebijakan yang buruk terhadap investor sehingga hanya mendapatkan harga sewa sumber daya yang murah.
Hal lain yang penting untuk diperhatikan di dalam pembahasan ekonomi, sosial dan lingkungan di negara berkembang adalah proses perubahan struktural dimana menurunnya perekonomian sektor primer (pedesaan) karena dikorbankan untuk menaikkan sektor barang dan jasa (kota). Ramon Lopez menggambarkan perbedaan antara perubahan struktural dengan keuntungan positif dimana mengurangi tekanan pada aset alam dan menambah kualitas hidup sehingga perubahan struktural memiliki keuntungan negatif pada akhirnya hanya merubah desa miskin menjadi kota miskin. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan struktural yang terarah untuk membina keberlanjutan di negara-negara berkembang.
Meningkatkan konsumsi merupakan salah satu kebijakan pembangunan yang sangat penting bagi sebuah negara yang tingkat kemiskinannya tersebar luas. Akan tetapi, bertambahnya tingkat konsumsi terkadang memberi dampak buruk terhadap lingkungan seperti emisi karbon dioksida. Oleh karena itu, perlu adanya studi lanjutan yang membahas bagaimana suatu konsumsi dapat diperbaiki menjadi lebih berkelanjutan dengan menggunakan produk-produk yang ramah lingkungan. Menurut Tim Jackson, konsekuensi dari besarnya konsumsi pada pembangunan berkelanjutan tidak terbatas pada dampak terhadap lingkungan, melainkan juga memiliki dampak terhadap keadilan sosial dan kesejahteraan yang lebih luas.

Kemajuan dalam Mengukur Pembangunan Berkelanjutan

Konsumsi, pertumbuhan ekonomi dan dampak buruk bagi lingkungan di dalam pembangunan berkelanjutan merupakan masalah yang kompleks dan sering bertentangan, namun pada intinya adalah bagaimana kita menemukan jalur yang tepat dalam menyikapinya.  Jika komitmen pembuat kebijakan dalam pembangunan berkelanjutan dinilai dari realitas kinerjanya, maka harus ada cara untuk mengukur dan memantau progresnya.  Secara garis besar terdapat dua cara untuk mengukurnya. Pertama dengan cara “Green National Accounting” atau “Resourch and Environmental Accounting”, sebuah pendekatan mengenai kesesuaian atau perhitungan ekonomi nasional yang ada untuk melihat seberapa besar penipisan sumber daya dan penurunan lingkungannya. Kedua, dengan pendekatan pembentukan suatu indikator lingkungan fisik. Secara umum kedua pendekatan tersebut meyakini bahwa suatu pembangunan tidak akan berkelanjutan jika pembuat kebijakan bergantung pada aturan yang sempit dengan indikator pengelolaan ekonomi yang hanya berjangka pendek.
Selain Green National Accounting, terdapat beragam indikator lain untuk mengukur kesejahteraan ekonomi yang berkelanjutan di suatu negara seperti Index of Sustainable Economic Welfare (ISEW) dan Genuine Progress Indicator (GPI) . Clive Hamilton mencatat bahwa penelitian ISEW menemukan bahwa ukuran kesejahteraan meningkat pada tahun 1950-an dan terus menurun di sekitar tahun 1970-an sampai dengan 1980-an. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan per kapita awalnya naik namun menurun dalam kurun waktu beberapa tahun. Diharapkan pembuat kebijakan dapat memahami indikator-indikator tersebut dan di kemudian hari terus dikembangkan untuk menemukan indikator tunggal yang lebih akurat dan spesifik dalam mengukur kesejahteraan pembangunan berkelanjutan. 

Pembangunan Berkelanjutan pada Skala yang Berbeda

Setiap kebijakan pembangunan daerah, kabupaten/kota, sektor ekonomi dan perusahaan banyak menggunakan istilah berkelanjutan karena sudah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Ketika pembangunan berkelanjutan menjadi suatu tujuan umum, perlu adanya landasan untuk mengarahkan setiap rumah tangga dan perusahaan agar ikut berkontribusi di dalam prosesnya.
Keberlanjutan lokal dan perkotaan tidak hanya menjadi suatu kontribusi pada tujuan sosial secara luas, melainkan juga rencana di dalam kota itu sendiri. Yvonne Rydin berpendapat bahwa masalah lingkungan secara global pada dasarnya berakar dari tindakan dan perilaku masyarakat lokal dalam skala yang sangat kecil. Untuk itu, dalam mengatasi permasalahan lingkungan ini merupakan tanggung jawab bersama pada tiap level masyarakat baik lokal maupun global. Ketika kerjasama internasional pada tingkat global merumuskan masalah-masalah besar seperti perubahan iklim, ada faktor penduduk lokal yang patut untuk diperhitungkan dan perlu diperhatikan. Oleh karena itu pembuat kebijakan di tingkat lokal tentunya akan memberikan gambaran yang lebih baik terhadap masalah lingkungan dibandingkan pengambil keputusan pada tingkat yang lebih tinggi. Maka partisipasi masyarakat lokal perlu diikut sertakan dalam mengambil keputusan terhadap permasalahan lingkungan.

Dimensi Internasional

Faktor penting yang tidak dapat diabaikan dari suatu sumber daya alam adalah bagaimana aset tersebut tidak hanya untuk dibagikan antar generasi, tetapi juga harus dibagi melewati batas nasional. Sumber daya lingkungan dengan akses terbuka dan tidak ada pemiliknya seperti atmosfer dan lautan serta sumber daya yang dimiliki oleh suatu negara yang berdaulat seperti hutan, flora dan fauna harus tetap memberikan layanan ekologis bagi dunia melintasi perbatasan negara yang mengharuskan adanya kerjasama internasional antar negara. Kondisi ini memerlukan pertimbangan keseimbangan distributif untuk membagi keuntungan dari kerjasama antar pihak. Tantangan utamanya adalah untuk menyesuaikan arah persepsi dan insentif sehingga kerjasama dengan kesepakatan bersama dapat dicapai dalam menghadapi persaingan kepentingan domestik dan internasional.

Penutup

Hampir tiga dekade setelah diterbitkannya Brundtland Report (WCED, 1987) yang mengawali perdebatan mengenai pembangunan berkelanjutan, tentang bagaimana mengukur keberhasilannya, bagaimana untuk menemukan penerapan dalam jangka waktu yang panjang, apa yang telah dicapai dan apa yang tantangan terbentang di depan. Hal ini menunjukkan bahwa ada banyak lagi yang perlu untuk dipelajari dan diteliti tentang pembangunan berkelanjutan menjadi suatu bagian dari bagian kehidupan yang perlu untuk terus dikembangkan penerapannya.
Share:

Thursday, July 26, 2018

TEORI DEPENDENSI BARU


Setelah membahas teori dependensi klasik dan bagaimana hasil kajian teori tersebut terhadap pembangunan negara-negara dunia ketiga, berikut adalah teori dependensi baru yang menjadi jawaban terhadap kritik-kritik yang menimpa teori dependensi klasik sebelumnya. Beberapa ahli yang menyumbangkan pemikiran mereka di dalam teori dependensi baru di antaranya adalah Fernando Henrique Cardoso, Thomas B. Gold, Hagen Koo dan Mohtar Mas'oed. Pembahasan ini juga merupakan lanjutan isi buku Perubahan Sosial dan Pembangunan yang ditulis oleh Suwarsono dan Alvin Y. So.

Tanggapan Teori Dependensi: Rumusan Cardoso

Fernando Henrique Cardoso menjelaskan bahwa terdapat tiga rumusan utama di dalam teori dependensi. Pertama, metode kajian yang digunakan di dalam teori dependensi untuk menganalisis masalah negara-negara dunia ketiga merupakan metode historis struktural. Kemudian, penyebab terjadinya ketergantungan atau dependensi menurut Cardoso adalah faktor internal yang dilihat dari aspek sosial-politik seperti perjuangan kelas dan konflik kelompok serta pergerakan politik untuk menginternalisasi kepentingan pihak luar. Terakhir, situasi ketergantungan ini memungkinkan berbagai kemungkinan akhir yang terbuka.
Cardoso juga menjelaskan mengenai teori pembangunan bergantung, yaitu posisi suatu negara dunia ketiga dipaksa untuk menggunakan teknologi impor yang padat modal sehingga terdapat biaya ekonomis dan pengorbanan sosial di dalamnya. Istilah ini menggambarkan kondisi yang bertolak belakang dari teori modernisasi klasik yang memfokuskan diri pada modernisasi dan pembangunan serta teori dependensi klasik yang melihat hubungan yang terjadi antara penindasan negara sentral terhadap negara pinggiran. Menurutnya, kekuatan-kekuatan politik yang mewujudkan pembangunan bergantung yaitu munculnya negara militer, menghilangkan peran fraksi kelas menengah ke atas lokal oleh militer dan menjadikan mereka partner usaha yang lebih rendah posisi tawarannya.

Thomas B. Gold: Pembangunan dan Ketergantungan Dinamis di Taiwan

Gold menggunakan konsep dependensi untuk menguji dan menjelaskan pertumbuhan ekonomi serta kestabilan politik di Taiwan. Dia menjelaskan bahwa teori dependensi harus selalu terikat dengan karakteristik geografis suatu wilayah tertentu. Ada tiga tahap fase ketergantungan Taiwan yang dijelaskan oleh Gold, yaitu fase ketergantungan klasik, fase pembangunan bergantung dan fase ketergantungan dinamis yang lebih jelasnya dijabarkan sebagai berikut:
Fase ketergantungan klasik, pada tahun 1985 Taiwan merupakan jajahan negara Jepang yang pertama. Jepang menumbuhkan ketergantungan struktural ekonomi Taiwan melalui arahan untuk memfokuskan diri pada usaha produksi dua barang primer beras dan gula yang sebagian besar diekspor ke pengusaha Jepang. Jepang memegang hak monopoli produksi dan sektor keuangan serta dengan sengaja menciptakan aturan untuk menyingkirkan peran penduduk lokal pada kedua sektor ekonomi tersebut.
Fase pembangunan bergantung, setelah Taiwan merdeka dan merupakan sekutu Amerika Serikat, mereka mendapatkan bantuan ekonomi maupun militer untuk mencapai stabilitas ekonomi dan politik. Di sekitar tahun 1960-an Taiwan menjadi negara birokratik otoriter (NBO). Menurut O’Donnell, dikarenakan bantuan yang diterima dari Amerika menyebabkan Taiwan mengikuti idiologi pembangunan Amerika Serikat dan memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk terlibat pada pembangunan industri yang pokok. Akhirnya Taiwan berubah menjadi negara yang berorientasi pada industri substitusi impor.
Fase Ketergantungan Dinamis, dalam keadaan kritis politik dan ekonomi para manajer Taiwan bersikap untuk memanfaatkan situasi ketergantungan dinamis yang dihadapinya. Mereka menilai kebutuhan dan kemampuan masyarakat menghubungkan mereka dengan sistem ekonomi dunia dengan cara tertentu sesuai yang mereka persiapkan. Strategi yang dirumuskan ini dikenal dengan sebutan pendalaman industrialisasi (deepening industralization), yaitu kebijaksanaan yang secara horizontal berusaha melakukan perbaikan semua aspek program industrialisasi untuk mencapai efisiensi yang lebih tinggi, sementara di sisi lain dilakukan integrasi industri secara vertikal.

Hagen Koo: Interaksi antara sistem dunia, negara dan kelas di Korea

Di Korea Selatan Koo melihat pembangunan dalam konteks interaksi secara keberlanjutan antara negara, kelas sosial dan sistem dunia serta bagaimana pengaruh dari tiga unsur tersebut secara komulatif dan kebersamaan. Integrasi Korea Selatan dengan sistem dunia dimulai dari integrasi politik dan diikuti dengan integrasi ekonomi pada tahun 1950-an. Masuk ke dalam sistem ekonomi kapitalis dunia merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan Korea Selatan.
Menurut Koo, pengaruh sistem dunia pada perekonomian Korea Selatan timbul melalui interaksi setiap variabel internal, yaitu melalui struktur kelas sosial dan negara. Koo berpendapat bahwa kolonialisme Jepang mempunyai pengaruh yang besar terhadap struktur kelas di Korea Selatan, namun tidak menunjuk pada variabel tunggal, akan tetapi dari interaksi yang dinamis dan terus menerus dari sistem dunia, struktur kelas dan negara yang bertanggung jawab pada keberhasilan tersebut.

Mohtar Mas'oed: Negara Birokrasi Militer di Indonesia

Adapun ciri-ciri negara birokrasi militer (NBO) menurut Mohtar Mas'oed terlihat dari beberapa karakteristik. Pertama, posisi puncak pemerintahan biasanya dipegang oleh orang-orang yang sebelumnya berhasil berkuasa di dalam organisasi birokrat, seperti organisasi militer, pemerintah dan perusahaan swasta. Kedua, akan selalu ada pembatasan partisipasi politik yang ketat (political exclusion) di dalam negara ini. Ketiga, juga terdapat pembatasan partisipasi ekonomi (economic exclusion) yang ketat. Terakhir, negara ini mengembangkan kebijakan depolitisasi dan demobilisasi massa.
Menurut O’Donnell, negara birokrasi militer lahir sebagai tanggapan atas krisis ekonomi dan politik dari model pembangunan yang tergantung di Amerika Latin sesudah perang dunia kedua. Hal ini timbul karena kebijakan ekspansi horizontal telah mencapai batas pertumbuhannya, sementara itu untuk mengatasi kemacetan ini elit militer dan birokrat berusaha merumuskan kebijakan ekonomi baru yang disebut dengan pendalaman industrialisasi (deepening industralization).
Dalam kaitannya dengan Indonesia sendiri, Mas'oed merumuskan konsep negara birokrasi militer yang timbul disebabkan oleh beberapa aspek, yaitu lahir dari warisan krisis ekonomi dan politik yang terjadi pada tahun 1960-an, koalisi internal orde baru yang memaksa untuk segera dilakukan restrukturisasi ekonomi secara radikal, serta orientasi ekonomi ke luar yang dirumuskan oleh orde baru mendesak pemerintah untuk membentuk negara birokrasi militer.
Pada masa itu Indonesia masih dalam pemulihan pasca terjadinya kehancuran sehingga pendalaman industrialisasi dan kebijakan integrasi vertikal belum terjadi. Oleh karena itu, Mas'oed menyimpulkan bahwa kasus lahirnya negara birokrasi militer (NBO) di Indonesia disebabkan oleh faktor krisis politik dengan karakteristik seperti pemerintahan yang berada di bawah kendali militer yang bekerjasama dengan teknokrat sipil secara organisatoris, modal besar domestik swasta yang memiliki hubungan khusus dengan negara dan modal internasional yang sangat menentukan peran ekonomis. Selain itu, hampir seluruh bentuk kebijakan mulai dari perencanaan sampai evaluasi sepenuhnya berada ditangan birokrat dan teknokrat dan demobilisasi masa dalam bentuk kebijakan yang mengambang, bahkan orde baru tidak segan-segan melakukan tindakan tegas dalam menghadapi penentangnya. Ditambah besarnya peran kantor kepresidenan dan otonomi yang diwujudkan melalui luasnya wewenang kantor sekretariat negara merupakan ciri khusus negara birokrasi militer di Indonesia.

Kekuatan Teori Dependensi Baru

Adapun kesamaan antara teori dependensi klasik dan baru adalah pada pokok perhatiannya yang sama-sama fokus pada permasalahan negara-negara dunia ketiga dengan level analisa secara nasional. Melihat konsep pokok implikasi yang membahas ketergantungan negara-negara pinggiran terhadap negara-negara sentral dan kebijakan-kebijakan ketergantungan yang bertolak belakang dengan konsep pembangunan.
Sementara itu, yang membedakan kedua teori ini adalah metode yang digunakan, teori dependensi klasik menggunakan metode abstrak pada pola umum ketergantungan sedangkan teori dependensi baru cenderung pada historis-struktural pada situasi kongkret ketergantungan tersebut. Apabila teori dependensi klasik menyalahkan faktor eksternal seperti penjajahan dan ketidakseimbangan nilai tukar, teori dependensi baru menyalahkan faktor internal dan konflik kelas yang terjadi di dalam negara. Ciri-ciri politik yang dibahas pada teori dependensi klasik adalah fenomena ekonomis sedangkan yang baru adalah fenomena sosial. Pada pembahasan pembangunan dan ketergantungan teori dependensi klasik menyatakan bahwa antara pembangunan dan ketergantungan adalah sesuatu yang bertolak belakang sehingga menyebabkan keterbelakangan, sementara teori dependensi klasik menyatakan bahwa pembangunan dan ketergantungan itu adalah sesuatu yang dapat berjalan bersama dan saling mendukung.
Share:

Wednesday, July 25, 2018

HASIL KAJIAN TEORI DEPENDENSI KLASIK

Nah, setelah sedikit memahami mengenai teori dependensi klasik, akan lebih lengkap rasanya apabila kita membahas bagaimana hasil kajian teori ini di dalam perkembangan negara-negara dunia ketiga. Tulisan ini juga merupakan rangkuman yang diambil dari buku Perubahan Sosial dan Pembangunan yang ditulis oleh Suwarsono dan Alvin Y. So. Mereka melakukan kajian terhadap teori dependensi klasik untuk memberikan gambaran mengenai buruknya dampak kolonialisme sehingga mengakibatkan tumbuhnya ketergantungan negara-negara pinggiran terhadap negara-negara maju. Adapun beberapa kajian yang mewakili pemikiran teori dependensi klasik ini di antaranya adalah penelitian Paul Baran mengenai kolonialisme di India, tulisan Martin Hart-Landsberg mengenai imperialisme baru di Asia serta pemikiran Sritua Arief dan Adi Sasono tentang ketergantungan dan keterbelakangan ekonomi di Indonesia yang lebih jelasnya dibahas sebagai berikut.

Paul Baran: Kolonialisme di India

Pada abad ke-18 India merupakan salah satu negara maju di dunia, baik dari segi ekonomi, perdagangan maupun industri. Hadirnya praktik kolonialisme yang dilakukan Inggris menyebabkan mereka menjadi negara yang terbelakang. Proses kemunduran ini terjadi akibat dari kekayaan India yang dirampas melalui pemindahan kekayaan India ke Inggris dan memberlakukan kebijakan de-industrialisasi India. Selain itu, Inggris juga menerapkan kebijakan-kebijakan yang menyebabkan India semakin terpuruk seperti halnya memaksa India untuk menanam dan menghasilkan barang mentah yang dibutuhkan Inggris, dengan kata lain industri India mengabdi sepenuhnya untuk kepentingan Inggris.
Tekanan di bidang ekonomi juga terlihat dari kebijakan inggris untuk menghancurkan sektor agraria negara India, mencegah masyarakat meningkatkan kualitas hidup mereka demi mengikat petani India untuk tetap miskin dan terperangkap dalam keadaan tersebut. Sementara itu, dari segi sosial Inggris membentuk rekayasa sosial yang menyebabkan masyarakat India secara sukarela membantu terwujudnya kepentingan Inggris dan menjadikan ekonomi pedesaan sebagai ekonomi parasit. Untuk mewujudkan dominasi politik, pemerintah Inggris merumuskan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk membuat masyarakat tetap berpendidikan rendah dan terbelakang.
Setelah segala situasi terlaksana sesuai dengan rencana, pemerintah kolonial Inggris secara bertahap menyerahkan sebagian kekuasaan mereka kepada penduduk lokal yang dianggap loyal kepada Inggris dalam menjalankan roda pemerintahan sehari-hari. Kekuasaan yang diberikan kepada pribumi tersebut diharapkan akan memberi dampak keamanan dan kestabilan di setiap desa yang mereka kuasai. Dapat dilihat bahwa secara menyeluruh, politik dan ekonomi India selama masa penjajahan mengalami proses perubahan struktur yang sangat kompleks sehingga pemerintah secara formal tidak dapat menghilangkan pengaruh-pengaruh peninggalan kolonialisme ini. Bahkan setelah kemerdekaan struktur ketergantungan ini masih terlihat pada masyarakat India yang paling utama dari segi bahasa Inggris yang menjadi bahasa kedua masyarakat India.

Martin Hart-Landsberg: Tumbuhnya Imperialisme di Asia Timur

Kebijakan industrialisasi yang memiliki orientasi ekspor (OE) di Korea, Singapura, Taiwan dan Hongkong pada masa itu merupakan bentuk dominasi baru imperialisme yang menyebabkan negara-negara dunia ketiga menjadi negara industri yang sangat tergantung dengan negara-negara maju. Dominasi negara-negara asing pasca PDII tersebut yang menyebabkan pembangunan di negara-negara pinggiran terhambat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Pertama, lemahnya landasan industri di negara dunia ketiga sehingga terpaksa untuk menggunakan devisa yang lebih besar demi mengimpor barang konsumsi. Kemudian, tingginya kebutuhan devisa tersebut menyebabkan negara berkembang untuk mengandalkan dana dari ekspor barang mentah seperti gula, kopi, karet, rotan dan teh yang mudah terpengaruh oleh perubahan harga. Terakhir, kurangnya kemampuan dalam mengumpulkan devisa menjadikan negara berkembang terjebak di dalam lilitan hutang dan bergantung dengan luar negeri.
Untuk menanggulangi besarnya kebutuhan negara-negara berkembang ini terhadap perolehan devisa melalui aktivitas ekspor produk primer, maka dilakukan strategi industrialisasi impor (ISI) dengan harapan agar negara lepas dari ketergantungan ekspor. Namun, pada pelaksanaannya strategi ini mengalami banyak kendala seperti tidak tersedianya pasar dalam negeri, keterbatasan modal dan teknologi serta terjadinya percepatan impor modal asing dan teknologi sehingga menyebabkan produk dalam negeri kalah bersaing. Sementara itu, arus modal besar yang diikuti besarnya jumlah laba yang dikembalikan ke negara pemilik modal dan teknologi mengakibatkan ketimpangan neraca perdagangan dan berlanjut kepada beban hutang yang besar. Oleh karena itu, strategi ini dinyatakan gagal.
Setelah ISI gagal untuk diterapkan, selanjutnya dirumuskan strategi baru yang disebut dengan industrialisasi orientasi ekspor (IOE). Strategi IOE terletak pada kebijakan subkontrak internasional yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan transnasional dengan upaya untuk menguasai pasar di negara-negara maju melalui kerjasama dengan berbagai perusahaan di negara-negara dunia ketiga. Kebijakan subkontrak internasional ini tumbuh disebabkan oleh adanya pasar yang semakin luas, biaya produksi yang terus meningkat, penemuan-penemuan teknologi terbaru dalam negeri, perolehan laba yang tinggi serta adanya negara-negara yang tepat untuk memegang tanggung jawab usaha subkontrak.
Landsberg berpendapat bahwa IEO merupakan salah satu bentuk dominasi modal internasional baru dan bukan model pembangunan yang tepat untuk diterapkan pada proses pembangunan negara-negara dunia ketiga. Meskipun kenyataannya IEO mendorong tumbuhnya industri dan lapangan kerja di negara-negara berkembang, strategi dianggap tidak akan mampu mendorong terjadinya akumulasi modal dan pembangunan secara mandiri. Selain itu, persoalan ekonomi negara sentral dan tatanan ekonomi kapitalis akan menghambat keberhasilan strategi pembangunan yang berorientasi pada pasar ekstrim dan nantinya akan menyebabkan kemiskinan yang lebih parah pada pekerja dan petani di negara-negara berkembang atau dunia ketiga.

Sritua Arief dan Adi Sasono: Ketergantungan dan Keterbelakangan di Indonesia

Ketergantungan dan keterbelakangan Indonesia ditinjau pada periode penjajahan Kolonial Belanda dan setelah Indonesia memegang kemerdekaan tepatnya pada masa orde baru. Menurut Arief dan Sasono, sistem tanam paksa pada masa penjajahan merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketergantungan dan keterbelakangan di Indonesia. Pada masa eksploitasi masyarakat ini telah terjalin aliansi antara pemerintah kolonial Belanda dengan penguasa-penguasa feodal di Indonesia. 
Sementara itu, pembangunan perekonomian pada masa orde baru menurut Arief dan Sasono dapat diamati berdasarkan lima tolok ukur. Pertama, sifat pertumbuhan ekonomi yang memperbesar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Kedua, penyerapan tenaga kerja yang semakin terhambat karena adanya mekanisasi pada sektor pertanian dan teknologi padat modal pada sektor industri sehingga jumlah pengangguran semakin besar. Ketiga, proses industrialisasi yang memiliki ketergantungan terhadap modal dan energi. Keempat, pembiayaan pembangunan yang bergantung pada modal asing untuk melakukan pembangunan ekonomi dan model industrialisasi. Terakhir, belum tercapainya swasembada pangan hingga akhir tahun 1970-an yang menyebabkan tingginya persentase impor makanan pokok berupa beras. Hal-hal ini yang membuktikan bahwa ketergantungan dan keterbelakangan sedang berlangsung di Indonesia.

Kekuatan Teori Dependensi Klasik

Ketergantungan dan keterbelakangan Indonesia merupakan gambaran khas karakteristik teori dependensi klasik dalam menguji masalah pembangunan negara-negara dunia ketiga. Kekuatan teori dependensi klasik sendiri terlihat dari bagaimana hal ini mampu mengarahkan pola pikir peneliti, perencana kebijakan serta pemangku kebijakan untuk mengikuti tesis-tesis yang diajukan peneliti. Berdasarkan tiga kajian kasus ketergantungan yang berbeda memberikan asumsi yang sama bahwa ketergantungan pembangunan yang terjadi di negara-negara tersebut disebabkan oleh faktor luar yang tidak berada di dalam jangkauan kendali mereka hingga pada akhirnya berakibat pada keterbelakangan pembangunan ekonomi di setiap negara berkembang.

Kritik Terhadap Teori Dependensi Klasik

Kritik-kritik terhadap teori dependensi klasik muncul sejak tahun 1970-an berawal dari tidak puasnya pengkritik terhadap tiga aspek teori dependensi klasik. Pertama, metode pengkajian teori ini hanya memperhatikan masalah-masalah retorika, penjelasan deduktif yang menganggap persoalan ketergantungan di negara-negara dunia ketiga yang dianggap sama dan mengabaikan variasi tingkat nasional. Kedua, pernyataan teori dependensi klasik yang menjadikan faktor eksternal sebagai sumber masalah ditentang oleh penganut paham neo-marxisme, mereka menganggap teori ini mengabaikan dinamika internal seperti kelas sosial dan negara. Terakhir, teori dependensi klasik ini tidak menguraikan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh negara-negara dunia ketiga terlepas dari masalah-masalah yang telah dijabarkan.
Share:

Tuesday, July 24, 2018

TEORI DEPENDENSI KLASIK


Teori ini merupakan salah satu pembahasan di dalam studi magister yang pernah aku tempuh yang didapatkan di dalam kuliah Teori Pembangunan. Mengapa aku membahas masalah ini hanya untuk sekedar sharing dan menambah postingan di blog ini saja, lumayan kalau ada yang sekedar ingin tahu dan membaca untuk menaikkan jumlah pembaca blog ini hehehe... Sebagai sumber, tulisan ini diangkat dari buku Perubahan Sosial dan Pembangunan oleh Suwarsono dan Alvin Y. So. Jadi, kalau pembaca sekalian mau menemukan tulisan yang lebih jelas langsung aja ke bukunya yaa..

Di dalam buku ini dijelaskan bahwa pendekatan teori ini pertama kali lahir di Amerika Serikat pada awal tahun 1960-an. Teori ini lahir sebagai jawaban atas gagalnya program Komisi Ekonomi PBB untuk melakukan pemerataan pembangunan, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan demokratisasi politik melalui strategi industrialisasi impor. Ketika ekspansi ekonomi hanya berjalan singkat dan pada akhirnya stagnan, banyak muncul masalah pengangguran, inflasi, devaluasi dan penurunan nilai tukar perdagangan yang menjadi masalah bagi negara-negara dunia ketiga. Dapat dikatakan bahwa, berbeda dengan teori-teori lain yang melihat pembangunan melalui kacamata negara-negara maju, teori ini lebih fokus pada persoalan tertinggalnya pembangunan di negara-negara pinggiran seperti Indonesia. Adapun landasan pemikiran lahirnya teori ini berasal dari teori-teori dan pendekatan-pendakatan sebagai berikut:

KEPPBAL (Komisi Ekonomi PBB Amerika Latin)

Dasar pemikiran KEPPBAL memiliki skema yang mengarahkan untuk saling menutupi kebutuhan, seperti halnya negara-negara berkembang memproduksi barang-barang mentah dan diekspor ke negara-negara maju untuk dijadikan barang-barang industri yang dapat digunakan oleh setiap orang. Akan tetapi, menurut Raul Pebrisch seorang ekonom Argentina, skema ini hanya akan menyebabkan ketergantungan ekspor pangan dan bahan mentah serta menurunnya nilai tukar perdagangan dan akumulasi modal dalam negeri. Menurutnya, skema ini perlu dihentikan dan mempercepat proses industrialisasi untuk memproduksi kebutuhan dalam negeri masing-masing negara.

Neo-Marxisme

Teori dependensi ini juga mewarisi pemikiran Neo-Marxisme, terutama setelah berhasilnya revolusi RRC dan Kuba. Revolusi tersebut menyebabkan tumbuhnya pemikiran-pemikiran marxisme di berbagai universitas terutama di Amerika Latin. Hal ini menyebabkan lahirnya generasi-generasi baru yang menyebut diri mereka sebagai "Neo-Marxist".
Foster-Carter menjelaskan bahwa perbedaan antara Neo-Marxisme dengan Marxisme Ortodoks terdapat di dalam berbagai aspek sebagai berikut:

  • Apabila Marxisme Ortodoks memandang imperialisme dari sudut pandang negara-negara maju (core country), maka Neo-Marxisme memfokuskan diri mereka untuk memperhatikan negara-negara pinggiran.
  • Selanjutnya, Marxisme Ortodoks menyatakan perlunya suatu negara untuk melewati tahap revolusi borjuis (masyarakat kelas menengah ke atas) untuk pada akhirnya berubah menjadi revolusi sosialis. Berbeda dengan Neo-Marxisme yang percaya bahwa negara-negara dunia ketiga siap untuk langsung menuju pada tahap revolusi sosialis tanpa melalui tahap revolusi borjuis.
  • Terakhir, apabila revolusi sosialis terjadi Marxisme Ortodoks lebih percaya bahwa revolusi tersebut dilakukan oleh kaum pelaku industri perkotaan sedangkan Neo-Marxisme menginginkan revolusi ini dilakukan oleh petani di pedesaan dan tentara rakyat dalam perang gerilya.

Andre Gunder Frank: Pembangunan dan Keterbelakangan

Menurut Frank, seorang sejarawan ekonomi dan sosiolog Jerman-Amerika, metode pembangunan yang dirumuskan oleh teori-teori modernisasi sangat berorientasi pada negara barat sehingga tidak akan mampu menanggulangi permasalahan pembangunan di negara-negara dunia ketiga atau pinggiran. Menurutnya, negara-negara berkembang ini tidak perlu mengikuti langkah pembangunan negara-negara barat, karena setiap negara memiliki pengalaman sejarah yang berbeda-beda. Frank juga menambahkan bahwa bukan aspek feodalisme dan tradisionalisme yang menyebabkan negara-negara ini sulit untuk berkembang, melainkan penjajahan kolonialisme dan dominasi asing.
Untuk itu, Frank merumuskan sebuah model untuk menguji pembangunan di negara-negara pinggiran ini yang disebut dengan teori hubungan metropolis-satelit. Di dalam teori ini dijelaskan bahwa pembangunan di metropolis nasional dan kota-kota yang lebih kecil di bawahnya dibatasi oleh status kesatelitannya, berbeda dengan perkembangan yang terjadi di metropolis dunia yang tidak memiliki kota satelit sama sekali. Selanjutnya, pembangunan ekonomi di negara satelit akan berkembang pesat ketika dan apabila mereka memiliki hubungan dengan metropolis barat. Apabila metropolis menyelesaikan masalah krisis ekonominya, proses industrialisasi yang telah terjadi akan ditarik dan dieksploitasi kembali dalam hubungan global. Terakhir, daerah yang paling tertinggal saat ini adalah daerah yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan metropolis di masa lampau.

Dos Santos: Struktur Ketergantungan

Di dalam pernyataannya, Dos Santos menjelaskan bahwa hubungan yang terjadi antara negara maju dan negara pinggiran tidak sederajat karena pembangunan negara maju terjadi atas biaya yang dibebankan kepada negara pinggiran. Keuntungan ekonomi yang diperoleh negara pinggiran berpindah ke negara maju sehingga pasar di dalam negara pinggiran tidak dapat berkembang, menghambat kemampuan teknologi dan memperlemah andalan kebudayaannya. Hal ini pada intinya disebabkan oleh tindakan monopoli negara-negara maju terhadap negara pinggiran. Dalam hal ini, Dos Santos merumuskan tiga bentuk utama ketergantungan negara tertinggal terhadap negara-negara maju yang terdiri dari ketergantungan kolonial, ketergantungan industri keuangan dan ketergantungan teknologi industri.

Amin: Teori Peralihan Kapitalisme Pinggiran

Teori peralihan kapitalisme pinggiran yang diungkapkan oleh Amin terdiri dari berbagai pendapat pokok sebagai berikut; Pertama, secara mendasar peralihan kapitalisme pinggiran berbeda dengan peralihan kapitalisme pusat. Selanjutnya, distorsi atas kegiatan usaha yang mengarah pada kegiatan ekspor merupakan sikap yang menjadi ciri kapitalisme pinggiran serta adanya pertumbuhan yang tidak normal pada sektor tersiernya. Kemudian teori multiplier effects of investment secara mekanis tidak dapat diterapkan di negara pinggiran dan harus ada pemisahan ciri antara struktur negara berkembang dengan struktur negara maju. Selain itu, profil kontradiksi struktural yang telah dibuat terlebih dahulu mengganjal pertumbuhan negara pinggiran. Terakhir, bentuk khusus keadaan keterbelakangan negara pinggiran dipengaruhi oleh karakteristik formasi sosial pada masa prakapitalisnya serta proses integrasi negara pinggiran tersebut dalam sistem ekonomi kapitalis dunia,

Asumsi Dasar Teori Dependensi Klasik

Para penganut aliran dependensi klasik memiliki asumsi-asumsi dasar antara lain; Ketergantungan dapat dilihat dari satu gejala umum dan berlaku bagi seluruh negara tertinggal atau pinggiran, dilihat sebagai kondisi yang disebabkan oleh faktor eksternal, penghambat utama pembangunan tidak didasari pada kurangnya modal, tenaga dan semangat wiraswasta melainkan diluar jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu negara. Selanjutnya, permasalahan ketergantungan ini lebih dilihat sebagai masalah ekonomi yang terjadi akibat aliran keuangan dari negara pinggiran kepada negara-negara maju dan hal ini tidak dapat dipisahkan dari proses polarisasi regional ekonomi global. Terakhir, keadaan ketergantungan suatu negara mutlak merupakan hal yang bertolak belakang dengan proses pembangunan.

Implikasi Kebijakan Teori Dependensi Klasik

Teori dependensi klasik secara filosofis menginginkan adanya peninjauan ulang akan makna "pembangunan". Implikasi besar teori ini adalah menyatakan bahwa pembangunan tidak hanya dipandang sebagai proses industrialisasi, peningkatan hal industri dan peningkatan produksi. Bagi penganut teori ini, pembangunan lebih tepat diartikan sebagai peningkatan standar hidup bagi setiap masyarakat di negara-negara tertinggal dan pinggiran. Dengan kata lain, pembangunan tidak hanya sekedar program kepentingan elit dan masyarakat kota, namun lebih kepada program yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk desa, para pencari kerja, dan berbagai kelas sosial lain yang membutuhkan bantuan. Setiap program yang hanya menguntungkan segelintir masyarakat dan membebani masyarakat mayoritas tidak dapat dikatakan sebagai sebuah program pembangunan yang sebenarnya.

Perbandingan Teori Dependensi Klasik dan Teori Modernisasi

Dapat dikatakan bahwa kedua teori ini memiliki perhatian terhadap persoalan pembangunan negara-negara tertinggal dan berupaya untuk merumuskan kebijakan pembangunan yang lebih baik di masa yang akan datang. Setiap teori ini juga memiliki semangat pemahaman dan pengkajian yang sama, pembahasannya abstrak serta mengembangkan struktur teori yang dwi-kutub.
Perbedaan kedua teori ini ditemukan pada solusi yang ditawarkan terhadap persoalan keterbelakangan negara-negara pinggiran. Teori modernisasi menyarankan untuk lebih mempererat ikatan dengan negara-negara maju melalui bantuan modal, peralihan teknologi dan pertukaran budaya. Sementara itu, teori dependensi klasik justru mengedepankan untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara sentral untuk mencapai pembangunan yang mandiri dan dinamis serta mencapai revolusi sosialis.

Lantas bagaimana dengan hasil kajian teori ini terhadap pembangunan negara-negara dunia ketiga? Pembahasan mengenai hal ini dapat dilihat pada halaman berikut.
Share:

Hanya Cerita Kecil dari Hidupku (Part 1)


Aku adalah orang yang tidak mudah untuk bertahan dengan satu hal yang sifatnya sama dan dilakukan berulang-ulang. Singkatnya, aku ini merupakan orang yang mudah bosan. Hal ini menyebabkan aku sulit untuk memfokuskan diriku pada satu hal saja karena memiliki kegemaran yang berubah-ubah setiap harinya. Sesekali aku suka menggambar, sesekali suka bermusik, kadang suka jalan-jalan, kadang suka bermalas-malasan, kadang suka nongkrong tidak karuan, pernah suka membaca dan sampai pada hobi baruku ini. Ya, akhir-akhir ini aku sedang gemar menulis. Untuk memenuhi hobiku yang sesaat ini, maka hadirlah blog ini. Dan dapat dipastikan juga, keinginanku untuk mengisi blog ini hanya muncul sesekali juga.
Untuk mengisi waktu luang sambil mengerjakan penelitian tesis magisterku, aku mengisi blog ini dengan tulisan-tulisan yang tidak penting. Aku tulis segala hal yang muncul dalam fikiranku dan ini menjadi hiburan tersendiri bagiku. Namun ketika sedang ingin menulis, terkadang ide tidak muncul begitu saja. Sulit bagiku untuk mencari hal-hal menarik yang bisa aku tuangkan menjadi tulisan yang menurutku layak untuk di-posting pada blog ini. Karena tidak menemukan ide, mengapa tidak aku tuliskan saja perjalanan hidupku sedari kecil sampai aku berumur lebih dari seperempat abad ini. Kisah-kisah yang tidak perlu bagiku untuk berfikir keras dalam menulisnya. Sekedar mengingat-ingat tentang apa yang pernah aku lalui dan mungkin suatu saat bisa aku baca-baca lagi sebagai pembangkit kenangan yang pernah aku lewati.
Aku lahir di sebuah kampung kecil di kabupaten Aceh Selatan, kampung Silolo namanya. Kampung itu adalah kampung halaman kakekku, ayah dari ibuku. Keluarga mereka tinggal dalam sebuah lingkungan di dalam kampung itu. Sehingga dapat dipastikan antar tetangga masih memiliki hubungan darah dan silsilah keluarga yang erat tali persaudaraannya. Berbeda dengan ibuku yang memang besar di kampung itu, dapat dikatakan aku hanya numpang lahir saja. Karena pada umur 2 bulan setelah kelahiranku, aku dibawa ke kota Banda Aceh, sebuah kota yang menjadi saksi hidup masa kecilku.
Saat aku kecil, tepatnya pada tahun 90-an, aku bersama ibu dan ayah tinggal di sebuah komplek yang di dominasi oleh mahasiswa. Komplek ini terletak di daerah Rukoh yang bernama Komplek Hasan. Setahuku tanah komplek ini sebagian besar adalah kepunyaan orang yang bernama Hasan ini dan dia membangun gubuk-gubuk kecil untuk disewakan kepada mahasiswa yang kuliah di Unsyiah dan UIN yang berada di sekitar komplek ini.Diantara gubuk-gubuk ini salah satunya merupakan rumahku, yang disewa oleh ibuku semenjak dia kuliah hingga akhirnya dia menikah dengan ayahku yang saat itu adalah seorang PNS di kantor BPS Provinsi Aceh. Sementara itu, ibuku hanya ibu rumah tangga dan membuka warung kecil-kecilan untuk memenuhi kebutuhan hidup mahasiswa di lingkungan komplek itu.
Di Banda Aceh, aku bersekolah di TK FKIP dan SDN 69 yang tidak begitu jauh dari rumahku. Aku senang hidup disini karena terasa seperti tanah kelahiranku sendiri, punya banyak teman dan hampir semua orang di lingkungan ini mengenaliku dan keluargaku. Teringat jelas pada saat aku kecil, ibuku selalu mengantarku ke sekolah dengan sepedanya yang memiliki keranjang di depannya, sementara aku duduk di belakang. DItengah perjalanan menuju sekolah kami selalu berhenti di warung kopi sekitar untuk membeli kue-kue kering sebagai bekal untuk aku makan pada jam istirahat di sekolah. Setiap pulang sekolah, aku selalu menunggu ibu menjemputku lagi dengan sepedanya di halaman sekolah. Sungguh merupakan masa-masa kecil yang sangat indah untuk aku kenang.
Namun, keindahan ini tidak bertahan lama. Semenjak ibuku diterima sebagai PNS dan ditempatkan sebagai guru di suatu daerah bernama Subulussalam, semua berubah. Apanya yang berubah? akan kuceritakan di postinganku selanjutnya.
Share:

Saturday, August 12, 2017

Lubang Harapan

Source: http://wallpapercave.com/wp/9ugaZUi.jpg

Sekarang hatiku mudah berbolak-balik.
Anehnya kali ini aku berubah seperti bukan diriku.
Padahal sejak dulu aku bukan orang yang terlalu mengkhawatirkan masa depan.
Mengapa aku harus takut kehilangan sesuatu yang memang belum aku dapatkan.

Aku lelah memikirkan semua rencana yang sepertinya hanya angan-angan belaka.
Aku bosan mengucapkan janji-janji yang aku sendiri tidak memiliki cara untuk menepatinya.
Aku hanya takut kehilanganmu, sementara aku mulai kehilangan diriku.
Semua ini terlalu memaksa dan mulai merubah diriku.

Haruskah aku mundurkan langkah kaki ini?
Melepasmu seperti kupu-kupu yang indah cukup dengan melihatnya terbang tanpa harus dimiliki.
Atau kembali seperti yang awalnya hanya orang asing dan berakhir menjadi orang yang asing pula.

Sebenarnya aku benci harus menjadi orang yang terlalu memaksakan kehendak.
Karena untuk mengejarmu, langkahku harus cepat, pandanganku harus tegap.
Sementara aku tidak tahu harus kemana berpijak dan nafasku mulai terasa sesak.
Aku takut terjatuh ke dalam lubang harapan dan mati perlahan di dalamnya.
Share:

Perencana Terbaik

Source: https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/originals/f2/26/9f/f2269fbae240d9d57d3cf1840854f90e.jpg

Kini cukup bagiku Kamu, hidupku, matiku.
Aku pasrahkan kemana arah jalanku.
Tapi tolong, jangan biarkan setan di sudut ruangan ini tersenyum.
Akan aku susun ulang sayap-sayap malaikat yang hancur karena diriku.
Teruntuk Kamu wahai perencana terbaik, aku nantikan akhir kisah yang telah Kau tetapkan.
Share:

Koma ( , )

Source: http://hdqwalls.com/wallpapers/stars-sky-po.jpg

Aku terdampar di pulau antah berantah, tak tahu arah.
Pada suatu tempat untuk menengadah.
Aku hanya menghitung bintang.
Dengan harapan seseorang menjemput aku pulang.
Share:

Sunday, March 26, 2017

Malam



Wajahmu seperti malam.
Begitu tenang,
Begitu sunyi,
Begitu sepi.
Tiada bintang disana.
Begitu juga rembulan.
Hadirmu begitu redup.
Apakah kini kau sadari?
Hatimu telah tercuri oleh seseorang yang jauh disana.
Tapi tenang saja,
Karena bukan aku orangnya.
Share:

Friday, March 17, 2017

Kita Adalah Lilin


Kita adalah lilin.
Demi terang, kita habis.
Tak ingin habis, kita mati.

Bukankah kita adalah lilin.
Takut mati, dunia gelap.
Biarlah terang sesaat,
Dan kita akan habis.

Karena kita adalah lilin.
Saat dunia gelap,
Kita telah tiada.
Share:

Thursday, March 16, 2017

Aku TIdak Normal (Part 2)



Sebelum baca yang ini, baca Aku Tidak Normal (Part 1) dulu yaa, biar nyambung gitu.

Katanya ketika seseorang sulit tidur itu namanya insomnia. Aku juga tidak terlalu mengerti insomnia itu seperti apa. Kalau kata alodokter.com sih, "Insomnia adalah kondisi saat seseorang mengalami kesulitan untuk tidur atau tidak bisa tidur cukup lama sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tubuh meski dia memiliki kesempatan untuk melakukannya. " Nah, masalahnya aku tidak yakin kalau aku ini pengidap insomnia, mana tau aku memang tak ada niat untuk tidur aja. Aku bisa kok tidur, cuma waktu tidurnya saja yang berbeda. Selanjutnya orang juga bilang kalau sulit tidur itu tanda-tanda seseorang mengidap depresi. Apa aku sedang depresi? Aku juga tidak tahu. Kalaupun benar aku mengidap insomnia atau depresi, sepertinya belum perlu bagiku untuk menemui dokter atau psikiater untuk menanyakan kondisiku. Hidupku masih baik-baik saja seperti ini. Biarpun ada seorang teman yang selalu saja bilang kalau aku ini sudah gila, entah lah. Mungkin dia benar. Mana ada orang gila yang tahu kalau dia sudah gila.

Pernah sesekali aku coba tidur cepat. Ketika sudah jam 10 malam aku matikan lampu kamar dan aku jauhkan handphone-ku, aku paksa mataku tertutup. Mataku memang tertutup, tapi cuma sesaat terus terbuka lagi. Dan akhirnya tidak berujung tidur, aku tetap tidak bisa. Karena bosan aku malah keluar telat, nongkrong jam 1 malam dan baru pulang pastinya menjelang subuh. Setelah itu aku baru bisa tertidur. Karena alasan itu sepertinya berat badanku terus bertambah dan mukaku terus membengkak. Bisa dipastikan cita-citaku untuk bisa setampan Vino G. Bastian atau Reza Rahardian gagal total.

Lantas ketika orang sudah terlelap jangan kira kita tak bisa berbuat apa-apa. Banyak hal yang dapat dilakukan ketika tidak bisa tidur. Paling sering memang nongkrong di warung kopi sampai pagi, tapi kalau dirumah? Biasanya ini yang aku lakukan:

Menggambar

Iya, tentu aku suka menggambar. Kalau bukan karena suka menggambar mungkin aku tidak kuliah di jurusan arsitektur. Heningnya malam biasanya memberikanku kenyamanan dalam meggores pena atau menggeser-geser mouse laptop. Dan dengan begitu tidak terasa waktu pun berlalu. Aku suka menggambar baik itu manual maupun digital. Banyak gambar yang aku hasilkan di malam hari, tetapi tidak pernah di siang hari. Tetapi entah mengapa aku tidak pernah menggambar sesuatu yang berhubungan dengan arsitektur. Menurutku yang seperti itu sama aja dengan bekerja. Aku suka gambar-gambar santai seperti ini:









Bermusik

Bermusik yang aku maksud baik itu mendengarkan musik, memainkan alat musik, atau menciptakan musik. Semuanya aku suka. Biasanya aku sering mendengarkan musik-musik yang cocok dengan apa yang aku rasakan pada malam itu. Terutama musik-musik hip hop nan galaunya Leessang, seperti yang pernah aku bahas sebelumnya disini. Aku juga suka memainkan alat musik terutama gitar, karena memang cuma itu yang aku bisa. Kalau bikin musik biasanya aku menggunakan aplikasi fl studio, untuk sementara belum ada yang bisa aku tunjukin, belum ada yang selesai karena masih proses belajar. Kalau lagu-lagu yang aku ciptain ada nih beberapa, silakan kalau mau dengar:



Membaca

Jangan kira yang aku baca adalah buku-buku pelajaran yang serius sejenis buku arsitektur atau perencanaan. Aku tidak suka itu, aku takut ngantuk, kan dari tadi kita ceritanya biar ada kerjaan kalau tidak tidur. Aku suka baca novel atau tulisan mengenai hal-hal lain yang sifatnya tidak begitu penting. Dengan adanya jaringan internet banyak hal yang bisa aku baca, misalnya cerita-cerita sampingan dari superhero marvel dan DC atau anime yang ada di duniaku.net, sering juga baca hipwee buat jadi bahan galau atau motivasi, terus banyak juga hal-hal menarik dan tidak penting yang bisa dibaca lewat kaskus. Pokoknya banyak deh bahan bacaanku di malam hari.

Menulis

Sejak dulu aku juga suka menulis. Tetapi baru kali ini tulisan-tulisan ini aku muat diblog. Banyak puisi-puisi yang aku tulis sejak dulu, tetapi semuanya hilang. Yang ada di blog ini hanya yang pernah tersimpan saja. Kalau mau baca puisi- puisiku disini aja, kalau cerpen disini dan kalau cerita tidak penting mengenai hidupku disini ya. hehe

Menonton

Dari kecil aku suka nonton. Dulu sebelum ada internet dan laptop, aku biasanya selalu menonton tv. Sehabis pulang sekolah sampai sebelum tidur di malam hari, tv selalu menemaniku di rumah. Apalagi ketika hari minggu pagi, maraton nonton kartun dari pagi sampai siang merupakan salah satu momen terbaik dalam hidupku saat itu. Mungkin hal ini tidak dirasakan lagi oleh anak-anak masa kini. Sampai saat ini ketika malam datang dan aku tidak bisa tidur, laptop dan tablet bergantian menjadi temanku. Di laptop biasanya aku menonton film-film yang aku download atau kopi dari teman, selalu saja ada stok film yang tidak pernah habis aku tonton. Bila sedang ada jaringan internet, aku juga biasa nonton youtube lewat tablet. Apasih yang tidak ada di youtube, semua hal yang aku ingin lihat ada dan itu menyenangkan. Dan karena itu juga aku sulit tidur ketika malam.

Bergalau Ria

Siapa sih yang tidak pernah galau. Aku sering. Galau tentang masa depan pastinya, bukan masa lalu. Karena menurutku yang sudah lalu biarlah berlalu, tidak perlu digalaukan hanya cukup untuk dikenang. Tentang menggalaukan masa depan memang sedang waktunya saja sepertinya, biasalah krisis pada umur 20an. Harus kerja apa, dapat duit berapa, kapan lulus kuliah, kapan nikah, pastinya semua itu sudah menjadi pertanyaan manusia umur 20an. Mungkin suatu saat nanti di pesawat penerbangan first class menuju Eropa, sambil tersenyum dalam hati aku berkata "aku pernah galau dan kini aku berhasil." Semoga itu terjadi suatu saat nanti ketika aku mengenang masa-masa menggalaukan seperti ini. Amin.

Belajar dan Mengerjakan Tugas

Kalau ini sebenarnya aku malas ngebahasnya. Pokoknya belajar dan nugas ini aku lakukan kalau sudah terpaksa dan sudah harus dikumpulkan ke dosen saja. Pada waktu lainnya, jangan harap.

Kesimpulannya, aku memang tidak normal. Hidupku jelas berbeda dengan kehidupan orang lain. Namun dengan perbedaan ini banyak hal yang bisa aku lakukan dan ciptakan, semua karya dan hal-hal yang berbeda dengan yang dilalui orang lain. Jadi aku tidak pernah menyesal. Ketidaknormalan ini yang membuat hidupku terasa spesial. Kecuali kalau suatu saat aku beneran depresi dan gila, itu baru lain cerita.

Mungkin sekian dulu cerita tentang aku. Kelak akan kita lanjutkan lagi pada postingan selanjutnya. Bye :)



Share: