Monday, March 6, 2017

Gadis di malam itu..

Sumber: http://data.whicdn.com/images/46624943/large.jpg

Hei, apa kabar? Masihkah kamu secantik malam itu? Aku yakin masih. Waktu tidak mungkin bisa menghapus senyum indah di wajahmu. Aku harap tetap abadi seperti yang tersimpan dalam memori otakku. Aku tahu, kamu tidak pernah mengenalku, apalagi mengingatku. Namun tak masalah, cukup hanya aku yang mengingatmu. Aku ini pria sederhana, hal-hal kecil seperti ini sudah cukup membuatku bahagia. Dengan mereka-reka sorot mata dan sibakan rambut pendekmu misalnya.
Ketika hujan turun dan malam semakin larut, aku selalu mengingat suasana ini. Suasana saat pertemuanku denganmu. Seperti ini lah yang tergambar pada kisah kita malam itu. Oh maaf aku salah, kisahku maksudnya. Bukankah hanya aku yang menikmatinya? Otakku seperti tidak mampu menghapus memori yang terlalu indah ini. Bagaimana mungkin sesosok bidadari pernah muncul di hadapanku. Aku sadar bahwa kamu juga manusia sepertiku, hanya saja bagiku kamu disebut manusia karena tak bersayap saja. Sedangkan kecantikan di wajahmu sudah sekelas bidadari adanya.

Seperti biasa aku duduk sendiri di sudut cafe yang menjadi tempat persembunyianku. Mengisi malam yang begitu sunyi di "kota kembang" kala itu. Tiba-tiba kamu pun datang dengan indahnya dan menyilaukan mataku. Tanpa ragu kamu memilih meja yang berada tepat di hadapanku, betapa beruntungnya aku. Siluet sisi kanan tubuhmu begitu menyiksa jantungku. Seakan memandang lukisan Pablo Picasso, setiap detail sudut wajah dan tubuh indahmu menembus kornea mataku. Aku pun terdiam membisu.
Seketika waktuku berhenti berputar, pandangan mataku tak mampu teralihkan. Sungguh memiliki kesempatan untuk melihatmu merupakan sesuatu yang tidak ingin aku lewatkan. Namun ketika aku tersadar, sesekali ku tundukkan wajah ini. Mencoba menemukan kembali kewarasan diriku yang sejenak menghilang. Dalam waktu sepersekian detik, aku menggilai dirimu dan bersiap menanti hadirmu dalam mimpi-mimpiku. Sayang, aku jarang bermimpi karena sulit tidur semenjak bertemu denganmu.

Sepertinya kamu tidak sadar ada orang yang terus menatapmu, aku. Karena saat itu kamu begitu menikmati waktu bersama temanmu dan berbincang dengan seru. Kalian terlihat akrab satu sama lain. Namun wanita berbaju garis-garis hitam putih itu lah yang mencuri pandanganku. Dan itu kamu. Sebenarnya ingatanku lemah dan aku bukan tipe orang yang suka memperhatikan orang lain. Tetapi anehnya aku bisa ingat kalau celana skinny jeans biru dan sepatu sneakers putih itu sangat cocok untukmu. Apa perlu aku sebutkan juga ukurannya? Sayangnya aku belum terlalu handal dalam menebak ukuran sepatu.

Ada perasaan menggebu dalam dadaku. Ingin mengajakmu berkenalan. Mana tahu ada kesempatan bagiku untuk bisa dekat denganmu. Atau hanya sekedar berjabat tangan dan merasakan kulit lembutmu, atau sekurang-kurangnya lagi terucap siapa gerangan namamu dari bibir itu. Namun tak kunjung hadir juga keberanianku. Padahal kamu hanya berjarak lima langkah dari posisiku, tetapi terlalu gemetar lutut kakiku. Aku tak mampu. Aku ini pria yang masih punya rasa malu. Walaupun rasa sukaku padamu sudah merusak sebagian kinerja otakku.

Sebagian diriku takut dengan waktu yang terus berlalu, belum siap aku terima kepergianmu. Bahkan namamu saja aku belum tahu. Aku cicipi lagi rasa cappucinoku yang menjadi beda dari malam-malam sebelumnya. Ada sedikit gelisah yang tercampur dengan pahit dan manisnya. Terus terang ini pertama kalinya bagiku, menyukai seseorang saat pertama bertemu. Sesekali aku usap kacamataku untuk memastikan kalau kamu memang seindah itu. Aku kira cinta pada pandangan pertama hanya di drama tv adanya. Ataupun kecantikan gadis Bandung itu hanya mitos belaka. Namun setelah melihatmu seketika terpatahkan apa yang aku percayai sejak dulu. Tetapi aku juga tidak ingin terlalu cepat percaya dulu, mungkin saja karena gadis itu kamu. Ya, sepertinya ini lebih dapat dipercaya, hal ini terjadi padaku karena gadis itu kamu.

Tidak begitu lama semenjak kehadiranmu mengusikku, apa yang aku takuti pun terjadi juga. Kamu mulai mengakhiri pembicaraan dengan temanmu dan bersiap-siap untuk beranjak dari tempatmu. Aku tidak tahu mengapa empat jam waktu bisa berlalu begitu sesaat. Padahal penasaranku padamu belum sepenuhnya terobati. Aku sesali ketidakmampuanku untuk mencari jawaban atas kegelisahanku ini. Dan seiring itu kau pun beranjak pergi. Semakin mengecil gambaran punggungmu menjauhiku dan hilang menjadi bayang semu. Aku kembali terdiam membisu.
Semenjak malam itu, sengaja aku hadir lagi di cafe yang sama dan di sudut yang sama pada malam-malam berikutnya. Mana tahu ada kamu lagi, dan sudah terkumpul keberanianku. Atau biarkan aku sekedar menikmati memandangmu dari kejauhan lagi seperti dahulu. Namun tak pernah lagi aku lihat hadirmu, padahal aku selalu menunggu. Menyesal juga mengapa aku tidak diam-diam mengambil fotomu. Meski dari jauh sekalipun setidaknya dapat menjadi pertanda bahwa hatiku pernah jatuh berhamburan di momen itu. Kegelisahanku malam itu membuat aku tidak bisa berpikir jernih. Tapi tidak apa lah, hal ini lebih indah aku bayangkan lewat imajinasiku saja. Seandainya saja aku tahu namamu, mungkin tidak begitu sulit bagiku untuk melepasmu. Namun senyum tetap bermekaran di bibirku, ketika sesekali aku mengingatmu. Gadis dimalam itu.
Share:

0 komentar:

Post a Comment