Thursday, July 26, 2018

TEORI DEPENDENSI BARU


Setelah membahas teori dependensi klasik dan bagaimana hasil kajian teori tersebut terhadap pembangunan negara-negara dunia ketiga, berikut adalah teori dependensi baru yang menjadi jawaban terhadap kritik-kritik yang menimpa teori dependensi klasik sebelumnya. Beberapa ahli yang menyumbangkan pemikiran mereka di dalam teori dependensi baru di antaranya adalah Fernando Henrique Cardoso, Thomas B. Gold, Hagen Koo dan Mohtar Mas'oed. Pembahasan ini juga merupakan lanjutan isi buku Perubahan Sosial dan Pembangunan yang ditulis oleh Suwarsono dan Alvin Y. So.

Tanggapan Teori Dependensi: Rumusan Cardoso

Fernando Henrique Cardoso menjelaskan bahwa terdapat tiga rumusan utama di dalam teori dependensi. Pertama, metode kajian yang digunakan di dalam teori dependensi untuk menganalisis masalah negara-negara dunia ketiga merupakan metode historis struktural. Kemudian, penyebab terjadinya ketergantungan atau dependensi menurut Cardoso adalah faktor internal yang dilihat dari aspek sosial-politik seperti perjuangan kelas dan konflik kelompok serta pergerakan politik untuk menginternalisasi kepentingan pihak luar. Terakhir, situasi ketergantungan ini memungkinkan berbagai kemungkinan akhir yang terbuka.
Cardoso juga menjelaskan mengenai teori pembangunan bergantung, yaitu posisi suatu negara dunia ketiga dipaksa untuk menggunakan teknologi impor yang padat modal sehingga terdapat biaya ekonomis dan pengorbanan sosial di dalamnya. Istilah ini menggambarkan kondisi yang bertolak belakang dari teori modernisasi klasik yang memfokuskan diri pada modernisasi dan pembangunan serta teori dependensi klasik yang melihat hubungan yang terjadi antara penindasan negara sentral terhadap negara pinggiran. Menurutnya, kekuatan-kekuatan politik yang mewujudkan pembangunan bergantung yaitu munculnya negara militer, menghilangkan peran fraksi kelas menengah ke atas lokal oleh militer dan menjadikan mereka partner usaha yang lebih rendah posisi tawarannya.

Thomas B. Gold: Pembangunan dan Ketergantungan Dinamis di Taiwan

Gold menggunakan konsep dependensi untuk menguji dan menjelaskan pertumbuhan ekonomi serta kestabilan politik di Taiwan. Dia menjelaskan bahwa teori dependensi harus selalu terikat dengan karakteristik geografis suatu wilayah tertentu. Ada tiga tahap fase ketergantungan Taiwan yang dijelaskan oleh Gold, yaitu fase ketergantungan klasik, fase pembangunan bergantung dan fase ketergantungan dinamis yang lebih jelasnya dijabarkan sebagai berikut:
Fase ketergantungan klasik, pada tahun 1985 Taiwan merupakan jajahan negara Jepang yang pertama. Jepang menumbuhkan ketergantungan struktural ekonomi Taiwan melalui arahan untuk memfokuskan diri pada usaha produksi dua barang primer beras dan gula yang sebagian besar diekspor ke pengusaha Jepang. Jepang memegang hak monopoli produksi dan sektor keuangan serta dengan sengaja menciptakan aturan untuk menyingkirkan peran penduduk lokal pada kedua sektor ekonomi tersebut.
Fase pembangunan bergantung, setelah Taiwan merdeka dan merupakan sekutu Amerika Serikat, mereka mendapatkan bantuan ekonomi maupun militer untuk mencapai stabilitas ekonomi dan politik. Di sekitar tahun 1960-an Taiwan menjadi negara birokratik otoriter (NBO). Menurut O’Donnell, dikarenakan bantuan yang diterima dari Amerika menyebabkan Taiwan mengikuti idiologi pembangunan Amerika Serikat dan memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk terlibat pada pembangunan industri yang pokok. Akhirnya Taiwan berubah menjadi negara yang berorientasi pada industri substitusi impor.
Fase Ketergantungan Dinamis, dalam keadaan kritis politik dan ekonomi para manajer Taiwan bersikap untuk memanfaatkan situasi ketergantungan dinamis yang dihadapinya. Mereka menilai kebutuhan dan kemampuan masyarakat menghubungkan mereka dengan sistem ekonomi dunia dengan cara tertentu sesuai yang mereka persiapkan. Strategi yang dirumuskan ini dikenal dengan sebutan pendalaman industrialisasi (deepening industralization), yaitu kebijaksanaan yang secara horizontal berusaha melakukan perbaikan semua aspek program industrialisasi untuk mencapai efisiensi yang lebih tinggi, sementara di sisi lain dilakukan integrasi industri secara vertikal.

Hagen Koo: Interaksi antara sistem dunia, negara dan kelas di Korea

Di Korea Selatan Koo melihat pembangunan dalam konteks interaksi secara keberlanjutan antara negara, kelas sosial dan sistem dunia serta bagaimana pengaruh dari tiga unsur tersebut secara komulatif dan kebersamaan. Integrasi Korea Selatan dengan sistem dunia dimulai dari integrasi politik dan diikuti dengan integrasi ekonomi pada tahun 1950-an. Masuk ke dalam sistem ekonomi kapitalis dunia merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan Korea Selatan.
Menurut Koo, pengaruh sistem dunia pada perekonomian Korea Selatan timbul melalui interaksi setiap variabel internal, yaitu melalui struktur kelas sosial dan negara. Koo berpendapat bahwa kolonialisme Jepang mempunyai pengaruh yang besar terhadap struktur kelas di Korea Selatan, namun tidak menunjuk pada variabel tunggal, akan tetapi dari interaksi yang dinamis dan terus menerus dari sistem dunia, struktur kelas dan negara yang bertanggung jawab pada keberhasilan tersebut.

Mohtar Mas'oed: Negara Birokrasi Militer di Indonesia

Adapun ciri-ciri negara birokrasi militer (NBO) menurut Mohtar Mas'oed terlihat dari beberapa karakteristik. Pertama, posisi puncak pemerintahan biasanya dipegang oleh orang-orang yang sebelumnya berhasil berkuasa di dalam organisasi birokrat, seperti organisasi militer, pemerintah dan perusahaan swasta. Kedua, akan selalu ada pembatasan partisipasi politik yang ketat (political exclusion) di dalam negara ini. Ketiga, juga terdapat pembatasan partisipasi ekonomi (economic exclusion) yang ketat. Terakhir, negara ini mengembangkan kebijakan depolitisasi dan demobilisasi massa.
Menurut O’Donnell, negara birokrasi militer lahir sebagai tanggapan atas krisis ekonomi dan politik dari model pembangunan yang tergantung di Amerika Latin sesudah perang dunia kedua. Hal ini timbul karena kebijakan ekspansi horizontal telah mencapai batas pertumbuhannya, sementara itu untuk mengatasi kemacetan ini elit militer dan birokrat berusaha merumuskan kebijakan ekonomi baru yang disebut dengan pendalaman industrialisasi (deepening industralization).
Dalam kaitannya dengan Indonesia sendiri, Mas'oed merumuskan konsep negara birokrasi militer yang timbul disebabkan oleh beberapa aspek, yaitu lahir dari warisan krisis ekonomi dan politik yang terjadi pada tahun 1960-an, koalisi internal orde baru yang memaksa untuk segera dilakukan restrukturisasi ekonomi secara radikal, serta orientasi ekonomi ke luar yang dirumuskan oleh orde baru mendesak pemerintah untuk membentuk negara birokrasi militer.
Pada masa itu Indonesia masih dalam pemulihan pasca terjadinya kehancuran sehingga pendalaman industrialisasi dan kebijakan integrasi vertikal belum terjadi. Oleh karena itu, Mas'oed menyimpulkan bahwa kasus lahirnya negara birokrasi militer (NBO) di Indonesia disebabkan oleh faktor krisis politik dengan karakteristik seperti pemerintahan yang berada di bawah kendali militer yang bekerjasama dengan teknokrat sipil secara organisatoris, modal besar domestik swasta yang memiliki hubungan khusus dengan negara dan modal internasional yang sangat menentukan peran ekonomis. Selain itu, hampir seluruh bentuk kebijakan mulai dari perencanaan sampai evaluasi sepenuhnya berada ditangan birokrat dan teknokrat dan demobilisasi masa dalam bentuk kebijakan yang mengambang, bahkan orde baru tidak segan-segan melakukan tindakan tegas dalam menghadapi penentangnya. Ditambah besarnya peran kantor kepresidenan dan otonomi yang diwujudkan melalui luasnya wewenang kantor sekretariat negara merupakan ciri khusus negara birokrasi militer di Indonesia.

Kekuatan Teori Dependensi Baru

Adapun kesamaan antara teori dependensi klasik dan baru adalah pada pokok perhatiannya yang sama-sama fokus pada permasalahan negara-negara dunia ketiga dengan level analisa secara nasional. Melihat konsep pokok implikasi yang membahas ketergantungan negara-negara pinggiran terhadap negara-negara sentral dan kebijakan-kebijakan ketergantungan yang bertolak belakang dengan konsep pembangunan.
Sementara itu, yang membedakan kedua teori ini adalah metode yang digunakan, teori dependensi klasik menggunakan metode abstrak pada pola umum ketergantungan sedangkan teori dependensi baru cenderung pada historis-struktural pada situasi kongkret ketergantungan tersebut. Apabila teori dependensi klasik menyalahkan faktor eksternal seperti penjajahan dan ketidakseimbangan nilai tukar, teori dependensi baru menyalahkan faktor internal dan konflik kelas yang terjadi di dalam negara. Ciri-ciri politik yang dibahas pada teori dependensi klasik adalah fenomena ekonomis sedangkan yang baru adalah fenomena sosial. Pada pembahasan pembangunan dan ketergantungan teori dependensi klasik menyatakan bahwa antara pembangunan dan ketergantungan adalah sesuatu yang bertolak belakang sehingga menyebabkan keterbelakangan, sementara teori dependensi klasik menyatakan bahwa pembangunan dan ketergantungan itu adalah sesuatu yang dapat berjalan bersama dan saling mendukung.
Share:

0 komentar:

Post a Comment