Tuesday, March 14, 2017

Akhir Yang Sempurna Untuk Ramona


Adalah sebuah ruangan dengan dinding serba putih. Furniture-furniture juga tertata dengan rapi, diantaranya terdapat sofa, buffet tv, karpet abu-abu tua dan berbagai jenis guci keramik memenuhi isi dalamnya. Menggambarkan sebuah ruang keluarga yang begitu sempurna.

Terlihat pajangan-pajangan foto pernikahan di beberapa sisi dinding dan juga tertata di atas buffet. Foto-foto tersebut tampak baru, baik itu gambarnya yang masih cerah maupun bingkainya yang tiada sedikitpun tempelan debu. Sementara di sebelah foto pernikahan terdapat sebuah jam dinding antik yang terbuat dari logam dan kayu. Bila diperhatikan maka terlihat jarum jam sedang menunjukkan tepat pukul 14:00 siang saat itu.

Suasana begitu lengang. Tidak terlihat seseorang pun sedang berada di dalam ruangan. Para penghuni sepertinya masih berada di luar rumah pada jam-jam sibuk seperti ini. Akan tetapi ditengah kesunyian, terdengarlah suara pintu yang dibuka dan kemudian ditutup lagi dengan perlahan. Seolah tidak ingin memecah keheningan. Dikunci lagi pintu itu setelah wanita ini berada di dalam. Dari wajahnya, terlihat bahwa wanita ini yang sedang bersanding dengan seorang pria tampan pada setiap foto pernikahan. Ya, wanita ini adalah Ramona dan pria yang ada pada foto pernikahan mereka tentu saja suaminya. Kebahagiaan yang terlihat dari senyum mereka di foto-foto itu seolah tiada tandingannya.

Beberapa langkah dari pintu masuk, dilepaskan sepatu kitten heels berwarna putih yang membalut kaki Ramona. Diletakkan saja di rak sepatu yang tepat berada di sampingnya. Sedangkan kelly bag yang sedari tadi tergantung di lengannya di lempar ke atas sofa sambil melanjutkan langkahnya. Ramona bukan tidak ingat kalau banyak barang berharga yang terdapat dalam tas tersebut, dia hanya tidak peduli saja. Selain handphone yang sudah diambilnya terlebih dahulu, dompet, peralatan make up dan juga beberapa berkas dari tempat kerja yang sengaja dibawa pulang olehnya tetap berada di dalam tas itu. Dengan handphone di tangan, Ramona pun berjalan melewati ruang keluarga ini dan menuju ke pintu kamar dengan santainya.

Entah apa alasan Ramona bolos dari tempat kerjanya. Padahal belum saatnya untuk dia pulang pada waktu yang secepat ini. Tidak seperti Ramona yang biasanya, rajin dan selalu senang untuk bekerja. Yang Ramona sadari, hidupnya menjadi tidak bersemangat semenjak kejadian di cafe waktu itu. Ya, cafe kecil yang mempertemukannya dengan Sandi. Seorang kekasih yang pernah meninggalkannya enam tahun silam.

* * *

Sesampainya di kamar, dibuka sweater rajut yang sebelumnya sangat pas untuk tubuh Ramona. Sweater merah ini kemudian digantungnya pada sebuah gantungan baju yang berdiri di dekat pintu kamarnya. Dibiarkan pintu kamar ini terbuka, toh pintu depan juga sudah terkunci fikirnya. Sedangkan saat ini tubuh Ramona hanya ditutupi oleh dress putih yang panjangnya selutut saja. Dibaringkan tubuhnya pada kasur yang empuk dan pandangannya menerawang ke arah luar kaca jendela. Sambil memelintir ujung bantal, Ramona menghabiskan waktu di dalam kamar yang terasa begitu nyaman baginya.


Sebelumnya Ramona mengira sudah lepas dengan sosok Sandi, buktinya dia dengan mudah jatuh ke dalam pelukan pasangannya yang sekarang hingga berlanjut ke jenjang pernikahan. Tapi entah mengapa kehidupan Ramona kini menjadi tidak tenang, kembalinya Sandi dalam hidupnya terasa begitu mengganggu fikirannya. Seperti kayu kering yang langsung terbakar dengan sedikit percik api. Begitulah ingatan Ramona terhadap Sandi yang pada awalnya layu kini tumbuh berkembang, cukup dengan satu kali pertemuan saja. Semenjak hari itu Sandi selalu hadir dalam lamunannya, mimpi-mimpinya dan apa saja yang sedang dilakukan selalu mengingatkan pada kenangan yang pernah mereka lewati bersama. Membuat Ramona mengabaikan kehadiran suami yang sebelumnya sangat dicintainya.

"Dasar, Sandi bangsat!" Begitu yang terucap dari bibirnya. Dengan kesal Ramona membangunkan tubuhnya. Sambil duduk diatas kasurnya, mata Ramona memandang ke layar handphone yang sedari tadi ada dalam genggamannya. Diputarnyalah lagu-lagu yang ada dalam playlist handphone itu. Sekedar untuk menemani kesunyian yang sedang dirasakan Ramona.

Tepat pada lagu Avril Lavigne yang berjudul when you're gone, Ramona bangkit dari tempat tidurnya. Digerakkan tubuhnya perlahan demi perlahan. Tubuh Ramona menari. Menari. Dan menari mengikuti alunan musik yang lirih ini. Ramona menari dengan hati yang bersedih. Tanpa disadari air mata Ramona menetes membasahi pipinya. Tetapi tetap tidak berhenti tariannya, malah semakin cepat Ramona menggerakan tubuhnya. Ramona mencoba mengobati hatinya yang terluka dengan tariannya.

Hingga akhirnya Ramona lelah. Terduduklah ia pada kursi yang ada di depan meja riasnya. Ramona melihat wajahnya sendiri melalui cermin, tergambar jelas wajah seorang wanita yang sedang patah hati. Diusapnya air mata yang membasahi wajahnya. Tangan Ramona kini meraba-raba meja riasnya. Diraihnya moisturizer dan alas bedak yang kemudian dioleskan ke wajahnya secara bertahap, dilapiskan pula bedak pada wajahnya yang mulus secara merata. Tak lupa dibentuk seindah mungkin bagian matanya menggunakan pensil alis dan maskara. Blush on juga ikut mewarnai wajah pucatnya. Kini dipakainya lipstik merah terang yang jarang dipakainya, kecuali pada saat-saat tertentu saja. Hingga tertutuplah wajah sedih Ramona, tetapi tidak dengan luka dihatinya. Padahal sejak kecil berhias selalu dapat membuat Ramona bahagia, namun tidak dengan hari ini sepertinya.

Dari kamar, Ramona berjalan menuju balkon yang dapat ditembus dari kamarnya. Sambil melangkah gontai hatinya terus berduka.
"Begitu terlambat kau muncul lagi dihidupku."
"Mengapa kau kembali disaat aku sudah tidak menunggumu?"
"Kini hidupku sudah terbelenggu, cincin ini sudah melingkar di jari manisku dan tak mungkin aku melepaskannya untuk kembali kepadamu."
"Sedangkan sejak melihatmu, cincin ini sudah tidak terasa berharga lagi bagiku."
"Aku sangat menginginkanmu."
Kata hati Ramona berbisik.

Sesampainya di balkon, Ramona dan riasan diwajahnya memandang setiap sudut kota yang mulai senja. Pemandangan memang begitu indah dari ketinggian lantai 13 apartemen ini. Sebentar lagi suami Ramona juga sudah waktunya untuk pulang. Tetapi Ramona tidak menghiraukan.

Setelah puas memandangi setiap sisi kota, dipanjati pagar besi balkon kamar ini. Ramona duduk di atasnya sambil mengayun-ayunkan kakinya. Angin yang menyapu wajah dan tubuhnya terasa begitu sejuk tidak seperti biasanya. Sementara itu bibirnya bersenandung lirih menyanyikan lagu yang menjadi latar saat dia menari sebelumnya. "When you're gone... The pieces of my heart are missing you. When you're gone... The face I came to know is missing too. When you're gone... All the words I need to hear to always get me through the day and make it Okay. I miss you."
Tepat diujung lirik ini, Ramona pun menutup matanya seraya melepaskan pegangan tangannya. Sambil tersenyum diberatkan tubuhnya ke udara. Hingga melayang lah Ramona menuju akhir hidupnya. Akhir hidup yang sempurna untuk Ramona.

Share:

0 komentar:

Post a Comment