Tuesday, July 24, 2018

TEORI DEPENDENSI KLASIK


Teori ini merupakan salah satu pembahasan di dalam studi magister yang pernah aku tempuh yang didapatkan di dalam kuliah Teori Pembangunan. Mengapa aku membahas masalah ini hanya untuk sekedar sharing dan menambah postingan di blog ini saja, lumayan kalau ada yang sekedar ingin tahu dan membaca untuk menaikkan jumlah pembaca blog ini hehehe... Sebagai sumber, tulisan ini diangkat dari buku Perubahan Sosial dan Pembangunan oleh Suwarsono dan Alvin Y. So. Jadi, kalau pembaca sekalian mau menemukan tulisan yang lebih jelas langsung aja ke bukunya yaa..

Di dalam buku ini dijelaskan bahwa pendekatan teori ini pertama kali lahir di Amerika Serikat pada awal tahun 1960-an. Teori ini lahir sebagai jawaban atas gagalnya program Komisi Ekonomi PBB untuk melakukan pemerataan pembangunan, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan demokratisasi politik melalui strategi industrialisasi impor. Ketika ekspansi ekonomi hanya berjalan singkat dan pada akhirnya stagnan, banyak muncul masalah pengangguran, inflasi, devaluasi dan penurunan nilai tukar perdagangan yang menjadi masalah bagi negara-negara dunia ketiga. Dapat dikatakan bahwa, berbeda dengan teori-teori lain yang melihat pembangunan melalui kacamata negara-negara maju, teori ini lebih fokus pada persoalan tertinggalnya pembangunan di negara-negara pinggiran seperti Indonesia. Adapun landasan pemikiran lahirnya teori ini berasal dari teori-teori dan pendekatan-pendakatan sebagai berikut:

KEPPBAL (Komisi Ekonomi PBB Amerika Latin)

Dasar pemikiran KEPPBAL memiliki skema yang mengarahkan untuk saling menutupi kebutuhan, seperti halnya negara-negara berkembang memproduksi barang-barang mentah dan diekspor ke negara-negara maju untuk dijadikan barang-barang industri yang dapat digunakan oleh setiap orang. Akan tetapi, menurut Raul Pebrisch seorang ekonom Argentina, skema ini hanya akan menyebabkan ketergantungan ekspor pangan dan bahan mentah serta menurunnya nilai tukar perdagangan dan akumulasi modal dalam negeri. Menurutnya, skema ini perlu dihentikan dan mempercepat proses industrialisasi untuk memproduksi kebutuhan dalam negeri masing-masing negara.

Neo-Marxisme

Teori dependensi ini juga mewarisi pemikiran Neo-Marxisme, terutama setelah berhasilnya revolusi RRC dan Kuba. Revolusi tersebut menyebabkan tumbuhnya pemikiran-pemikiran marxisme di berbagai universitas terutama di Amerika Latin. Hal ini menyebabkan lahirnya generasi-generasi baru yang menyebut diri mereka sebagai "Neo-Marxist".
Foster-Carter menjelaskan bahwa perbedaan antara Neo-Marxisme dengan Marxisme Ortodoks terdapat di dalam berbagai aspek sebagai berikut:

  • Apabila Marxisme Ortodoks memandang imperialisme dari sudut pandang negara-negara maju (core country), maka Neo-Marxisme memfokuskan diri mereka untuk memperhatikan negara-negara pinggiran.
  • Selanjutnya, Marxisme Ortodoks menyatakan perlunya suatu negara untuk melewati tahap revolusi borjuis (masyarakat kelas menengah ke atas) untuk pada akhirnya berubah menjadi revolusi sosialis. Berbeda dengan Neo-Marxisme yang percaya bahwa negara-negara dunia ketiga siap untuk langsung menuju pada tahap revolusi sosialis tanpa melalui tahap revolusi borjuis.
  • Terakhir, apabila revolusi sosialis terjadi Marxisme Ortodoks lebih percaya bahwa revolusi tersebut dilakukan oleh kaum pelaku industri perkotaan sedangkan Neo-Marxisme menginginkan revolusi ini dilakukan oleh petani di pedesaan dan tentara rakyat dalam perang gerilya.

Andre Gunder Frank: Pembangunan dan Keterbelakangan

Menurut Frank, seorang sejarawan ekonomi dan sosiolog Jerman-Amerika, metode pembangunan yang dirumuskan oleh teori-teori modernisasi sangat berorientasi pada negara barat sehingga tidak akan mampu menanggulangi permasalahan pembangunan di negara-negara dunia ketiga atau pinggiran. Menurutnya, negara-negara berkembang ini tidak perlu mengikuti langkah pembangunan negara-negara barat, karena setiap negara memiliki pengalaman sejarah yang berbeda-beda. Frank juga menambahkan bahwa bukan aspek feodalisme dan tradisionalisme yang menyebabkan negara-negara ini sulit untuk berkembang, melainkan penjajahan kolonialisme dan dominasi asing.
Untuk itu, Frank merumuskan sebuah model untuk menguji pembangunan di negara-negara pinggiran ini yang disebut dengan teori hubungan metropolis-satelit. Di dalam teori ini dijelaskan bahwa pembangunan di metropolis nasional dan kota-kota yang lebih kecil di bawahnya dibatasi oleh status kesatelitannya, berbeda dengan perkembangan yang terjadi di metropolis dunia yang tidak memiliki kota satelit sama sekali. Selanjutnya, pembangunan ekonomi di negara satelit akan berkembang pesat ketika dan apabila mereka memiliki hubungan dengan metropolis barat. Apabila metropolis menyelesaikan masalah krisis ekonominya, proses industrialisasi yang telah terjadi akan ditarik dan dieksploitasi kembali dalam hubungan global. Terakhir, daerah yang paling tertinggal saat ini adalah daerah yang memiliki hubungan yang sangat dekat dengan metropolis di masa lampau.

Dos Santos: Struktur Ketergantungan

Di dalam pernyataannya, Dos Santos menjelaskan bahwa hubungan yang terjadi antara negara maju dan negara pinggiran tidak sederajat karena pembangunan negara maju terjadi atas biaya yang dibebankan kepada negara pinggiran. Keuntungan ekonomi yang diperoleh negara pinggiran berpindah ke negara maju sehingga pasar di dalam negara pinggiran tidak dapat berkembang, menghambat kemampuan teknologi dan memperlemah andalan kebudayaannya. Hal ini pada intinya disebabkan oleh tindakan monopoli negara-negara maju terhadap negara pinggiran. Dalam hal ini, Dos Santos merumuskan tiga bentuk utama ketergantungan negara tertinggal terhadap negara-negara maju yang terdiri dari ketergantungan kolonial, ketergantungan industri keuangan dan ketergantungan teknologi industri.

Amin: Teori Peralihan Kapitalisme Pinggiran

Teori peralihan kapitalisme pinggiran yang diungkapkan oleh Amin terdiri dari berbagai pendapat pokok sebagai berikut; Pertama, secara mendasar peralihan kapitalisme pinggiran berbeda dengan peralihan kapitalisme pusat. Selanjutnya, distorsi atas kegiatan usaha yang mengarah pada kegiatan ekspor merupakan sikap yang menjadi ciri kapitalisme pinggiran serta adanya pertumbuhan yang tidak normal pada sektor tersiernya. Kemudian teori multiplier effects of investment secara mekanis tidak dapat diterapkan di negara pinggiran dan harus ada pemisahan ciri antara struktur negara berkembang dengan struktur negara maju. Selain itu, profil kontradiksi struktural yang telah dibuat terlebih dahulu mengganjal pertumbuhan negara pinggiran. Terakhir, bentuk khusus keadaan keterbelakangan negara pinggiran dipengaruhi oleh karakteristik formasi sosial pada masa prakapitalisnya serta proses integrasi negara pinggiran tersebut dalam sistem ekonomi kapitalis dunia,

Asumsi Dasar Teori Dependensi Klasik

Para penganut aliran dependensi klasik memiliki asumsi-asumsi dasar antara lain; Ketergantungan dapat dilihat dari satu gejala umum dan berlaku bagi seluruh negara tertinggal atau pinggiran, dilihat sebagai kondisi yang disebabkan oleh faktor eksternal, penghambat utama pembangunan tidak didasari pada kurangnya modal, tenaga dan semangat wiraswasta melainkan diluar jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu negara. Selanjutnya, permasalahan ketergantungan ini lebih dilihat sebagai masalah ekonomi yang terjadi akibat aliran keuangan dari negara pinggiran kepada negara-negara maju dan hal ini tidak dapat dipisahkan dari proses polarisasi regional ekonomi global. Terakhir, keadaan ketergantungan suatu negara mutlak merupakan hal yang bertolak belakang dengan proses pembangunan.

Implikasi Kebijakan Teori Dependensi Klasik

Teori dependensi klasik secara filosofis menginginkan adanya peninjauan ulang akan makna "pembangunan". Implikasi besar teori ini adalah menyatakan bahwa pembangunan tidak hanya dipandang sebagai proses industrialisasi, peningkatan hal industri dan peningkatan produksi. Bagi penganut teori ini, pembangunan lebih tepat diartikan sebagai peningkatan standar hidup bagi setiap masyarakat di negara-negara tertinggal dan pinggiran. Dengan kata lain, pembangunan tidak hanya sekedar program kepentingan elit dan masyarakat kota, namun lebih kepada program yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk desa, para pencari kerja, dan berbagai kelas sosial lain yang membutuhkan bantuan. Setiap program yang hanya menguntungkan segelintir masyarakat dan membebani masyarakat mayoritas tidak dapat dikatakan sebagai sebuah program pembangunan yang sebenarnya.

Perbandingan Teori Dependensi Klasik dan Teori Modernisasi

Dapat dikatakan bahwa kedua teori ini memiliki perhatian terhadap persoalan pembangunan negara-negara tertinggal dan berupaya untuk merumuskan kebijakan pembangunan yang lebih baik di masa yang akan datang. Setiap teori ini juga memiliki semangat pemahaman dan pengkajian yang sama, pembahasannya abstrak serta mengembangkan struktur teori yang dwi-kutub.
Perbedaan kedua teori ini ditemukan pada solusi yang ditawarkan terhadap persoalan keterbelakangan negara-negara pinggiran. Teori modernisasi menyarankan untuk lebih mempererat ikatan dengan negara-negara maju melalui bantuan modal, peralihan teknologi dan pertukaran budaya. Sementara itu, teori dependensi klasik justru mengedepankan untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara sentral untuk mencapai pembangunan yang mandiri dan dinamis serta mencapai revolusi sosialis.

Lantas bagaimana dengan hasil kajian teori ini terhadap pembangunan negara-negara dunia ketiga? Pembahasan mengenai hal ini dapat dilihat pada halaman berikut.
Share:

0 komentar:

Post a Comment